Dunia ini sangat kental dengan yang namanya uang. Uang merupakan zat pewarna yang selalu menghiasi indahnya kehidupan manusia setiap detiknya. Uang juga dapat menjadi racun dunia bagi makhluknya yang menyembah keindahan dan kemilaunya.
Tuti masih terduduk diam dalam lamunannya. Dia sangat menikmati indahnya khayalan itu, hingga diapun tak sadar kalau di sampingnya sudah ada seseorang yang boleh dibilang sangat mengejutkan dirinya, seseorang yang salah satu muncul di setiap lamunannya. Seseorang yang selalu menghantui di setiap angan-angannya, sebut saja Rendi, laki-laki yang sangat kaya, laki-laki yang sangat tahu akan kebutuhan wanita zaman sekarang, laki-laki yang menjadi idaman wanita baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
“Hei…!!!” Tiba-tiba Rendi menyadarkan lamunan Tuti.
“Eh…ehm…kamu Ren? Bikin kaget aja deh, ngapain ke sini?” Tanya Tuti.
“Ciah….ngelamunin apa ni? Kayaknya seru banget deh, ikut dunk!” goda Rendi.
“ Ngelamunin jadi…..apa ya? udah ah…mau tahu aja kamu. Mau ke mana?
“Biasa…jalan yuk!!!ajak Rendi.
“Jalan ke mana? Aku sih mau aja asal seperti biasa juga. Pinta Tuti (sambil tersenyum nakal)”.
“Iya tahu lah, nggak mungkin dunk aku yang ngajak tapi membiarkan cewek yang bayar semuanya, udah kamu tenang aja, kamu mau apa aja pasti aku kasih deh”. Rendi meyakinkan Tuti.
“Oce deh, makasih ya sahabatku tersayang”. Rayu Tuti.
Hari itu, Tuti dan Rendi asyik dengan acara mereka, asyik dengan belanjaan, Rendi pun tidak segan-segan untuk membayar semua belanjaan Tuti karena menurutnya tidak menuruti kehendak Tuti sama saja dengan tidak beribadah satu tahun. Rendi selalu memanjakan Tuti dengan segala keperluan yang dibutuhkan Tuti, Rendi tidak pernah mempermasalahkan apa yang sudah ia berikan untuk sahabatnya itu. Namun, dibalik semua kebaikan yang ia lakukan Rendi menyimpan imbalan yang suatu saat nanti Tuti harus menggantikannya, imbalanya yang harus dituruti Tuti.
“Ren, makasih ya atas semuanya”, ucap Tuti.
“Udah nggak usah dipikirin, aku senang kok bantuin kamu, buat aku itu adalah kewajibanku untuk memenuhi kebutuhanmu, eits….jangan tersinggung dulu, aku tidak pernah menganggap kamu remeh, atau apalah, aku ngelakuin ini semua untuk kamu”.
“Makasih Ren, aku tahu mungkin kalau tidak karena kamu aku tidak akan bisa memiliki ini semua, karena kamu tahu sendiri, uangku hanya cukup untuk makan senin kamis, itu aja kadang aku makan sama kamu”. Keluh Tuti
Seiring berjalannya waktu, maka sering pula pertemuan itu mereka lakukan sehingga tidak disangka terpupuk juga rasa-rasa diantara mereka, tapi walaupun mereka tidak saling mengungkapkan, mereka tahu apa yang mereka rasakan adalah perasaan yang sama, perasaan yang selalu ingin bersama, perasaan yang selalu membuat mereka tidak ingin jauh dari satu sama lain.
Hingga tiba pada waktunya terjadi hal-hal yang membuat mereka tidak bisa untuk menerima semua kenyataan ini, rendi akan dibawa orang tuanya untuk pindah keluar kota, mereka sama-sama tidak ingin hal itu terjadi, sehingga membuat mereka harus melakukan sesuatu, terlebih-lebih Tuti, dia sangat takut kehilangan rendi, karena selain dia mencintai Rendi dia juga tidak munafik akan apa yang dimiliki Rendi, Tuti pun dengan segala nafsu yang terjadi pada dirinya berani untuk melakukan perbuatan yang sangat hina, dia menyerahkan semua keperawanannya untuk Rendi tidak lain dan tidak hal agar dia selalu bersama Rendi, begitupun dengan Rendi, ibarat kata pepatah, buah yang ada di pohon saja masih sanggup diambil untuk dinikmati hasilnya, apalagi buah yang sudah disuguhkan di depan mata tidak mungkin akan ditolaknya.
Dengan perasaan yang sangat menyesal perbuatan mereka diketahui orang tua mereka. Namun walaupun mereka telah melakukan perbuatan yang sangat hina itu, orang tua Rendi tetap akan membawa Rendi pergi ke luar kota, karena menurut orang tua Rendi kalau sampai Rendi masih terus bersama Tuti maka Rendi tidak akan pernah bahagia. Rendi dan Tuti sangat bingung apa yang harus mereka perbuat, mereka tidak ingin berpisah, tapi apa jua orang tua yang harus memaksa mereka agar tetap tidak berhubungan lagi.
“Maafkan aku Tuti, bukan aku yang menginginkan ini semua, aku ingin kita selalu bersama, canda tawa bersama, dan hidup bersama”, ungkap Rendi di stelpon.
“Tapi Ren, gimana dengan aku, apa kamu tidak kasihan padaku, apa kamu tidak tersentuh sedikitpun untuk berpikir dan membicarakan baik-baik dengan orang tuamu, aku tidak ingin kita berpisah (tabgis Tuti makin menjadi).
“Bukan aku tidak mau Tuti, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, “ jawab Rendi.
Dengan terpaksa Rendi menutup gagang teleponnya.
Keesokan harinya Tuti mendengar kabar kalau Rendi sudah tidak ada lagi, Rendi sudah pindah ke luar kota, Tutipun sangat kecewa kepada Rendi. Karena tak sedikitpun Rendi mempertahankan perjuangan mereka, hingga akhirnya Tuti pun memaksa untuk mencari tahu alamat Rendi sebenarnya. Dalam pencariannya itu, Tuti tidak sia-sia karena Tuti menemukan Rendi di salah satu Supermarket, di sana rendi sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Rendi!!!” panggil Tuti
“Rendi tunggu!” pinta Tuti.
“Tuti, kok kamu bisa ada di sini?” Tanya Rendi kaget.
“Rendi, aku ingin bicara sebentar dengan kamu, aku minta waktumu sedikit saja, setelah itu aku janji aku tidak akan mengganggumu lagi.” Pinta Tuti.
“Baiklah, kita cari tempat yang lebih nyaman,” ajak Rendi.
“Ren, maafkan aku bila menurutmu aku lancing untuk menemuimu, tapi aku sangat membutuhklanmu Ren, aku janji setelah ini aku tidak akan mengganggumu lagi”. Lirih Tuti
“Ada apa Tuti? Sepertinya kamu sangat membutuhkan pertolonganku”. Tanya Rendi lagi
“Ren, aku mohon padamu, aku butuh bantuanmu, jujur aku malu harus bicara apa padamu, tapi aku ras aku harus mengatakan ini semua, Ren…aku butuh uang, karena ibuku sangat membutuhkannya, ibuku terlilit hutang dengan rentenir, pabila kami tidak membayar hutang-hutang itu, maka aku yang akan menjadi taruhannya, aku yang harus menikah dengan rentenir itu, aku tidak mau Ren”, isak Tuti.
“Tuti, aku pasti akan membantumu, kamu tenang saja, aku tidak mungkin membiarkanmu tersiksa dari semua masalah ini.”
“Makasih Ren, aku janji aku tidak akan meminta pertanggungjawaban apa-apa denganmu karena aku juga tahu kalau aku yang salah, aku yang sudah menyerahkannya tubuhku untukmu, bukan kamu yang memintanya”
“Eits…..kamu jangan bicara seperti itu Tuti, aku sangat bersalah apa yang sudah aku lakukan padamu, tidak seharusnya aku menuruti semua nafsuku, tidak seharusnya aku meninggalkanmu setelah apa yang aku lakukan padamu, aku sangat menyesal Tuti.
“Sudahlah Ren, kamu tidak salah, aku tidak akan menuntut apa-apa darimu, aku datang ke sini hanya butuh bantuanmu agar hutang-hutang ibuku lunas, dan aku tidak dinikahkan pada rentenir itu, rentenir jelek, rentenir bodoh, dan rentenir sombong itu. Ucap Tuti.
“ Sudahlah Tuti, ini aku ada sedikit uang untuk membantumu semoga uang ini cukup untuk membayar semua hutang-hutang ibumu”.
“Makasih Ren, jujur aku sangat malu atas apa yang aku lakukan, aku malu seolah-olah, apa yang aku lakukan ini adalah sebagai bentuk penjualan diri”.
“Tuti, kamu tidak boleh bicara seperti itu, maafkan aku Tuti, aku memang laki-laki tidak jantan yang lari dari tanggung jawab, aku janji aku pasti bertanggungjawab atas semua perbuatanku.” Ucap Rendi.
“Makasih Rendi, kalau kamu memang benar-benar ingin bertanggungjawab, aku tidak tahu harus ku letakkan di mana mukaku ini. Dengan berlinang air mata Rendi memeluk Tuti.
“Oh, Tuhan terima kasih atas semua karuniamu, maafkan aku Tuhan yang salah dalam melangkah. Maafkan aku yang selalu tidak pernah mengahargai apa yang sudah aku miliki, maafkan aku Tuhan yang sudah mengecewakan-Mu, orang tuaku dan orang yang berada di sekitarku.” Lirih Tuti dalam hati.
“Harta benda yang tak punya batas, membunuh manusia perlahan dengan kepuasan yang berbisa. Kasih sayang membangunkannya dan pedih perih nestapa membuka jiwanya.”
Analisis cerpen “Duniaku Hartaku”
1. Tema pada Cerpen “Duniaku Hartaku”
yaitu harta
tidak selamanya membawa kebahagiaan
Kutifannya :
“Harta benda yang tak punya batas,
membunuh manusia perlahan dengan kepuasan yang berbisa. Kasih sayang
membangunkannya dan pedih perih nestapa membuka jiwanya.”
2. Tokoh/penokohan :
a. Tuti,
-
Manja, terdapat pada kalimat :
“Jalan ke mana? Aku sih
mau aja asal seperti biasa juga. Pinta Tuti (sambil tersenyum nakal)”
-
Menghalalkan segala cara (ambisius), terdapat pada kalimat :
Hingga tiba pada waktunya terjadi hal-hal
yang membuat mereka tidak bisa untuk menerima semua kenyataan ini, rendi akan
dibawa orang tuanya untuk pindah keluar kota, mereka sama-sama tidak ingin hal
itu terjadi, sehingga membuat mereka harus melakukan sesuatu, terlebih-lebih
Tuti, dia sangat takut kehilangan rendi, karena selain dia mencintai Rendi dia
juga tidak munafik akan apa yang dimiliki Rendi, Tuti pun dengan segala nafsu
yang terjadi pada dirinya berani untuk melakukan perbuatan yang sangat hina,
dia menyerahkan semua keperawanannya untuk Rendi tidak lain dan tidak hal agar
dia selalu bersama Rendi...
b.
Rendi,
-
Sahabat Tuti, terdapat pada kalimat :
Rendi selalu memanjakan Tuti dengan segala
keperluan yang dibutuhkan Tuti, Rendi tidak pernah mempermasalahkan apa yang
sudah ia berikan untuk sahabatnya itu.
-
Baik dan pengertian, terdapat pada kalimat :
“Iya tahu lah, nggak
mungkin donk aku yang ngajak tapi membiarkan cewek yang bayar semuanya, udah
kamu tenang aja, kamu mau apa aja pasti aku kasih deh”. Rendi meyakinkan Tuti.
-
Kaya dan tajir, terdapat pada kalimat :
Seseorang yang selalu menghantui di setiap
angan-angannya, sebut saja Rendi, laki-laki yang sangat kaya, laki-laki yang
sangat tahu akan kebutuhan wanita zaman sekarang, laki-laki yang menjadi idaman
wanita baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
-
Patuh dan penurut, terdapat pada kalimat :
“Maafkan aku Tuti, bukan
aku yang menginginkan ini semua, aku ingin kita selalu bersama, canda tawa
bersama, dan hidup bersama”, ungkap Rendi di telepon
“Bukan aku tidak mau
Tuti, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, “ jawab Rendi.
3. Alur : maju
Ø Tahap perkenalan
Tahap ini menceritakan
Tuti yang sedang melamun/menghayal memiliki banyak uang. Tiba-tiba datanglah
Rendi sahabatnya yang memperhatikan Tuti melamun.
Kutifannya : Tuti masih terduduk diam dalam
lamunannya. Dia sangat menikmati indahnya khayalan itu, hingga diapun tak sadar
kalau di sampingnya sudah ada seseorang yang boleh dibilang sangat mengejutkan
dirinya, seseorang yang salah satu muncul di setiap lamunannya. Seseorang yang
selalu menghantui di setiap angan-angannya, sebut saja Rendi, laki-laki yang
sangat kaya, laki-laki yang sangat tahu akan kebutuhan wanita zaman sekarang,
laki-laki yang menjadi idaman wanita baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
Ø Tahap konflik awal dimana masalah mulai muncul
Masalah muncul ketika Tuti
dan Rendi saling memendam perasaan satu sama lain yaitu perasaan yang sulit
diungkapkan oleh mereka.
Kutifannya : Seiring berjalannya waktu, maka sering
pula pertemuan itu mereka lakukan sehingga tidak disangka terpupuk juga
rasa-rasa diantara mereka, tapi walaupun mereka tidak saling mengungkapkan,
mereka tahu apa yang mereka rasakan adalah perasaan yang sama, perasaan yang
selalu ingin bersama, perasaan yang selalu membuat mereka tidak ingin jauh dari
satu sama lain.
Ø Tahap konflik mulai menajam dan permasalahan mulai
lebih serius
Kenyataan pahit harus
diterima oleh keduanya di mana orang tua Rendi berniat membawa pulang Rendi.
Tentu saja niat kedua orang tua Rendi ditentang oleh Tuti. Dengan berbagai cara
Tuti melakukan hal yang tidak pantas dan hina.
Kutifannya : Hingga tiba pada waktunya terjadi hal-hal
yang membuat mereka tidak bisa untuk menerima semua kenyataan ini, rendi akan
dibawa orang tuanya untuk pindah keluar kota, mereka sama-sama tidak ingin hal
itu terjadi, sehingga membuat mereka harus melakukan sesuatu, terlebih-lebih
Tuti, dia sangat takut kehilangan rendi, karena selain dia mencintai Rendi dia
juga tidak munafik akan apa yang dimiliki Rendi, Tuti pun dengan segala nafsu
yang terjadi pada dirinya berani untuk melakukan perbuatan yang sangat hina,
dia menyerahkan semua keperawanannya untuk Rendi tidak lain dan tidak hal agar
dia selalu bersama Rendi, begitupun dengan Rendi, ibarat kata pepatah, buah
yang ada di pohon saja masih sanggup diambil untuk dinikmati hasilnya, apalagi
buah yang sudah disuguhkan di depan mata tidak mungkin akan ditolaknya.
Ø Tahap klimaks dimana pada tahap ini merupakan puncak
dari permasalahan
Tahap ini terjadi ketika
mereka berdua kebingungan atas keputusan kedua orang tua Rendi untuk tetap
membawa Rendi pindah. Tapi berbagai cara mereka tempuh tetap tidak bisa membuat
kedua orang tua Rendi luluh. Akhirnya, Rendi pun menuruti keinginan kedua orang
tuanya untuk pergi.
Kutifannya : Dengan perasaan yang sangat menyesal
perbuatan mereka diketahui orang tua mereka. Namun walaupun mereka telah
melakukan perbuatan yang sangat hina itu, orang tua Rendi tetap akan membawa
Rendi pergi ke luar kota, karena menurut
orang tua Rendi kalau sampai Rendi masih terus bersama Tuti maka Rendi tidak
akan pernah bahagia. Rendi dan Tuti sangat bingung apa yang harus mereka
perbuat, mereka tidak ingin berpisah, tapi apa jua orang tua yang harus memaksa
mereka agar tetap tidak berhubungan lagi.
“Maafkan aku Tuti, bukan aku yang menginginkan ini
semua, aku ingin kita selalu bersama, canda tawa bersama, dan hidup bersama”, ungkap Rendi di telepon.
Di sisi lain, Tuti terus
meyakinkan Rendi untuk tetap bersamanya.
Kutifannya : “Tapi
Ren, gimana dengan aku, apa kamu tidak kasihan padaku, apa kamu tidak tersentuh
sedikitpun untuk berpikir dan membicarakan baik-baik dengan orang tuamu, aku
tidak ingin kita berpisah (tangis Tuti makin menjadi).
Ø Tahap resolusi (penyelesaian) dimana pada tahap ini
konflik telah selesai dan telah menemui penyelesaian
Penyelesaian cerita ini
adalah ketika Tuti mencari Rendi di tempat tinggalnya yang baru. Tidak sia-sia
pencarian Tuti, akhirnya mereka bertemu di Supermarket. Rendi pun terkejut melihat Tuti dan tak menyangka
bisa bertemu lagi.
Kutifannya : Dalam pencariannya itu, Tuti tidak
sia-sia karena Tuti menemukan Rendi di salah satu Supermarket, di sana rendi
sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Mereka pun saling
bicara. Tuti pun mengakui atas kesalahan-kesalahannya dan meminta maaf. Selain
itu Tuti meminta bantuan Rendi untuk meminjamkan uang. Uang itu tidak lain
untuk membayar hutang-hutang kedua orang tua Tuti kepada Rentenir. Seperti
biasa Rendi pun menyanggupi permintaan Tuti.
Kutifannya : “Ren,
maafkan aku bila menurutmu aku lancang untuk menemuimu, tapi aku sangat
membutuhkanmu Ren, aku janji setelah ini aku tidak akan mengganggumu lagi”.
Lirih Tuti
“Ada apa Tuti? Sepertinya kamu sangat membutuhkan
pertolonganku”. Tanya Rendi lagi
“Ren, aku mohon padamu, aku butuh bantuanmu, jujur aku
malu harus bicara apa padamu, tapi aku
rasa aku harus mengatakan ini semua, Ren…aku butuh uang, karena ibuku
sangat membutuhkannya, ibuku terlilit hutang dengan rentenir, pabila kami tidak
membayar hutang-hutang itu, maka aku yang akan menjadi taruhannya, aku yang
harus menikah dengan rentenir itu, aku tidak mau Ren”, isak Tuti. “ Sudahlah Tuti, ini aku ada sedikit uang
untuk membantumu semoga uang ini cukup untuk membayar semua hutang-hutang
ibumu”.
Setelah memberikan uang
kepada Tuti. Rendi pun mengakui atas semua kesalahannya pada Tuti yang telah
meninggalkannya.
Kutifannya : “Tuti, kamu tidak boleh bicara
seperti itu, maafkan aku Tuti, aku memang laki-laki tidak jantan yang lari dari
tanggung jawab, aku janji aku pasti bertanggungjawab atas semua perbuatanku.”
Ucap Rendi.
4.
Latar/setting
Latar tempat
1)
Rumah, bukti :
Tuti masih terduduk diam dalam lamunannya.
Dia sangat menikmati indahnya khayalan itu, hingga diapun tak sadar kalau di
sampingnya sudah ada seseorang yang boleh dibilang sangat mengejutkan dirinya,
seseorang yang salah satu muncul di setiap lamunannya.
2)
Supermarket, bukti :
Dalam pencariannya itu, Tuti tidak sia-sia
karena Tuti menemukan Rendi di salah satu Supermarket, di sana rendi sangat
terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Latar waktu
1)
Hari itu, bukti :
Hari itu, Tuti dan Rendi asyik dengan
acara mereka, asyik dengan belanjaan,.....
2)
Esok hari, bukti :
Keesokan harinya Tuti mendengar kabar
kalau Rendi sudah tidak ada lagi, .....
Latar suasana
1)
Menyenangkan, bukti :
Hari itu, Tuti dan Rendi asyik dengan
acara mereka, asyik dengan belanjaan, Rendi pun tidak segan-segan untuk
membayar semua belanjaan Tuti....
2)
Sedih, bukti :
“Tapi Ren, gimana dengan
aku, apa kamu tidak kasihan padaku, apa kamu tidak tersentuh sedikitpun untuk
berpikir dan membicarakan baik-baik dengan orang tuamu, aku tidak ingin kita
berpisah (tangis Tuti makin menjadi).
3)
Takut, bukti :
Hingga tiba pada waktunya terjadi hal-hal
yang membuat mereka tidak bisa untuk menerima semua kenyataan ini, rendi akan
dibawa orang tuanya untuk pindah keluar kota, mereka sama-sama tidak ingin hal
itu terjadi, sehingga membuat mereka harus melakukan sesuatu, terlebih-lebih
Tuti, dia sangat takut kehilangan rendi, karena selain dia mencintai Rendi dia
juga tidak munafik akan apa yang dimiliki Rendi,...
4)
Bingung :
Rendi dan Tuti sangat bingung apa yang
harus mereka perbuat, mereka tidak ingin berpisah, tapi apa jua orang tua yang
harus memaksa mereka agar tetap tidak berhubungan lagi.
5)
Menyesal, bukti :
“Oh, Tuhan terima kasih
atas semua karuniamu, maafkan aku Tuhan yang salah dalam melangkah. Maafkan aku
yang selalu tidak pernah mengahrgai apa yang sudah aku miliki, maafkan aku
Tuhan yang sudah mengecewakan-Mu, orang tuaku dan orang yang berada di sekitarku.” Lirih Tuti dalam hati.
5.
Sudut pandang
Cerpen ini mempunyai sudut pandang “orang
ketiga serba tahu”, karena penulis tidak menceritakan tentang dirinya, tetapi
menceritakan tentang kisah orang lain.
Kutifannya : Seseorang yang selalu
menghantui di setiap angan-angannya, sebut saja Rendi, laki-laki yang sangat
kaya, laki-laki yang sangat tahu akan kebutuhan wanita zaman sekarang,
laki-laki yang menjadi idaman wanita baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
6.
Amanat
1)
Jangan mudah terbuai dengan harta/duniawi.
2)
Jangan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan impian.
3)
Kita harus berpikir panjang sebelum mengambil
keputusan agar tidak menyesal di kemudian hari.
4) Kita harus
mendengarkan nasehat orang tua agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di
inginkan.
0 komentar:
Posting Komentar